31 Ocak 2017 Salı

HAL UNIK DI SALAH SATU KAMPUS TURKI


Penulis : Adi Miftah (Bachelor candidate at SDÜ, Isparta)


Nasılsınız Arkadaşlarım! (Apa kabar teman-teman semua)

Pekan kali ini, saya akan sedikit bercerita mengenai segala hal yang ada di salah satu Kampus Turki yaitu Suleyman Demirel Üniversitesi. Kampus ini terletak di Provinsi Isparta, Provinsi yang dikenal sebagai penghasil dan pengolah Bunga Mawar di Turki.
Dua bulan lebih saya berada di Turki, namun banyak sekali pengalaman yang saya dapatkan. Di sini saya dipertemukan dengan teman-teman dari penjuru dunia, dengan bahasa, karakter, budaya dan kebiasaan yang tentunya berbeda-beda. Kita sharing satu sama lain terkait isu ini dan itu, ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Ada hal menarik yang menurut saya patut dishare ke teman-teman, barangkali bisa menjadi informasi bagi kalian yang ingin menempuh pendidikan di negeri Al-Fatih.
Mari kita lihat ada apa dan bagaimana sih di kampus Suleyman Demirel Universitesi ini?


1. Kütüphane (perpustakaan) buka 24 jam

Yup, kita bisa puas-puasan bergulat dengan berbagai buku yang ada di perpustakaan 24 jam non-stop. Bahkan menginap di perpus sekali pun tidak ada masalah, dan jangan khawatir ada makan gratisnya lho…


2. Makan Gratis di Kütüphane

Perpus menjadi salah satu objek tersibuk di lingkungan kampus, hampir tidak pernah kosong dari pengunjung. Maka dari itu, mulai jam 20.00 malam perpustakaan memfasilitasi siapa saja yang lembur di perpus dengan menyediakan makanan sederhana seperti Corba dan Ekmek (Roti) plus minuman teh manis untuk sekadar mengganjal perut di tengah peningnya pikiran kita setelah berjam-jam berhadapan dengan ribuan bacaan. Kita bisa ambil sepuasnya sambil ngobrol-ngobrol atau diskusi, tapi ingat jangan dibawa ke ruangan baca ya (nanti ada yang merasa terganggu)…!


3. Ketika di Kütüphane, Suasana sangat Hening

Konsentrasi memang menjadi komponen penting dalam proses belajar. Saat kita berada di Perpus, kita harus memerhatikan teman-teman yang lain jangan sampai ada yang terganggu. Di Perpus ini, suasana sangat hening sekali dan tidak ada yang berani bersuara kecuali dengan cara berbisik-bisik jika hendak bicara. Sejauh ini yang saya ketahui ada dua tempat di Turki dimana kita harus hening, yaitu di Cami (masjid) dan Kütüphane (Perpustakaan).


4. Ujian Final (Ulangan) Menjadi Momok yang Menegangkan bagi Para Mahasiswa

Sistem penilaian kampus yang sangat ketat terhadap hasil ulangan, menjadi salah satu motivasi para mahasiswa rajin mengunjungi perpustakaan, dan mempersiapkan ujian secara matang dari jauh hari. Biasanya, satu bulan sebelum ujian Kütüphane (Perpus), Çalışma Odası (ruangan belajar) di setiap asrama dipenuhi mahasiswa untuk belajar, bahkan kadang saya pribadi tidak kebagian tempat duduk ketika ingin belajar di perpustakaan.


5. Ujian Final di Kampus

Ketika ujian tiba, kita harus benar-benar dalam keadaan siap dan percaya diri. Tidak ada kesempatan toleh sana-sini, karena kamera ada dimana-mana. Jika ada saja mahasiswa ketahuan lirik sana-sini (mencontek), sanksinya pun tidak tanggung-tanggung yaitu diSkor selama 1 semester.
Itulah sekilas informasi dari kami, dan masih banyak lagi info lain yang akan kami share.

Semoga bermanfaat ya teman-teman.
Selamat berakhir pekan 

kunjungi juga :
https://beasiswaturki.wordpress.com/

20 Ocak 2017 Cuma

EMPAT REFERENSI PEMIKIRAN ISLAM




Judul : İslam Düşüncesi (Pemikiran Islam) Penulis : Salih Aydın Tebal : 4 jilid (jumlah halaman, I:251, II: 253, III: 211 dan IV: 367) Penerbit : Kulliyat Yayınları Tahun : 2016 Harga : 88.00 TL (± Rp 310.000)
Peresensi : Akhmad Rofii Damyati, MA (Ph.D candidate at SDÜ, Isparta)
Ada kekhawatiran yang begitu kuat di masyarakat kita, bahwa belajar filsafat Islam, ilmu Kalam, Tasawwuf bahkan al-Quran Hadis pun beserta disiplin-disiplin keislaman lainnya di Perguruan Tinggi kita cenderung membuat penggiatnya sesat pikir. Memang tidak sedikit pelajar dan sarjana Islam yang demikian dan kerap membuat geger percaturan inteletual kita. Mengapa terjadi seperti itu? Pasti di antara penyebabnya karena studi-studi keislaman disampaikan dengan cara tidak baik dan tidak berimbang. Dengan kata lain, mungkin perspektif studi-studi Islam tersebut berasal dari satu arus cara pandang (worldview) tertentu, baik karena terlalu bebas atau terlalu sempit. Terlalu bebas maksudnya seperti yang ditempuh kaum liberalis, pluralis dan sekularis yang arus perspetif berpikirnya sangat Barat. Terlalu sempit maksudnya, gaya studinya menganut metodologi kaum ekstremis Islam yang less methodic dan terlalu tekstualis. Dampaknya, studi-studi keislaman cenderung dihindari dan lebih memilih studi ilmu-ilmu sains, sebagaimana kita lihat di kampus-kampus kita saat ini. Apa akar persoalannya? Salah satu yang mendasar adalah karena studi-studi keislaman kurang diramu secara komprehensif dan berimbang. Untuk itu, buku yang disajikan oleh Salih Aydin dengan tajuk Islam Düşüncesi (Pemikiran Islam) ini menawarkan jawaban atas kegundahan dan kekhawatiran masyarakat seperti di atas. Mengapa? Karena buku ini merangkumi seluruh sumbu-sumbu pemikiran Islam, sehingga lajur-lajur pemikirannya tersajikan secara berimbang dan merata. Tidak sekedar itu, penulisnya juga kritis terhadap pemikiran-pemikira yang berpaksikan cara pandang asing (alien worldview). Ibarat merajut benang kusut, pemikiran Islam mempunyai tali-temili pemikiran yang cukup rumit, ujung-pangkalnya kerap kali susah ditangkap dan dirajut. Maka seorang intetelktual perlu dengan bijaksana merajutnya dalam satu formula khusus yang jitu untuk menyaring emas dan membuang sampah dari khazanah yang bertebaran sepanjang sejarah pemikiran Islam. Di sinilah cerdiknya penulis buku ini. Dengan mengambil empat sumbu utama pemikiran Islam (dört İslam düşüncesinin referansı), penulis berinisiatif untuk merajut seluruh disiplin-disiplin studi keislaman yang pernah lahir sepanjang sejarah keilmuan İslam. Empat sumbu tersebut ia sebut sebagai referensi utama pemikiran İslam, yaitu: (1) teks-teks syariat (şeriatın nasları) yang ia sebut sebagai referensi ilahi; (2) akal intelek (akıl bahs) yang ia sebut dengan referensi rasional; (3) intuisi (keşf atau zevk) yang ia sebut sebagai referensi intuitif; dan teks-teks filsafat (felsefi metinleri) yang ia sebut sebagai referensi manusiawi. Buku İslam Düşüncesi ini terdiri dari empat jilid. Setiap jilid adalah penjabaran dari empat referensi tersebut secara berurutan. Namun demikian, jilid pertama (setebal 251 hal.) penjelasannya hampir didominasi oleh pengantar kepada Pemikiran Islam, yaitu dari halaman 27-181. Pada pengantar ini, penulis memberi ulasan awal tentang lahirnya pemikiran Islam klasik dan berbagai faktor kemunculannya. Sebenarnya, jillid pertama ini adalah representasi dari penjelasan disiplin ilmu-ilmu berbasis syariat, karena syariat adalah referensi pertama dari Pemikiran Islam. Namun demikian, pengantar Pemikiran Islam di jilid pertama ini sepertinya mempunyai dua misi sekaligus. Pertama, memberi pengantar kepada empat referensi di atas. Kedua, membahas referensi yang pertama, yaitu syariat. Bukan secara kebetulan, pengantar pemikiran Islam pada jilid pertama ini sebetulnya merupakan ringkasan dari buku penulis yang sudah pernah terbit sebelumnya dengan judul Islam Düşüncesine Giriş (Istanbul: Ravza Yayınevi, 2008). Makanya ulasan pada pengantar Pemikiran Islam ini cukup panjang dan mendominasi jilid pertama buku ini. Sebagai referesnsi, syariat melahirkan ilmu-ilmu yang bergerak di seputar teks wahyu (vehiy). Jika referensi tidak dihubungkan dengan referensi yang lain, maka pengembangan studi pemikiran Islam akan berputar-putar di sekitar wilayah teks wahyu. Itulah yang melahirkan studi-studi al-Quran, studi-studi Hadis, studi-studi hukum dan hal-hal yang terkait dengannya. Bahkan, ada yang sebagian kalangan, saking asyiknya berputar-putar di wilyah teks, bahkan terkadang berlebihan memperlakukan teks, mereka kurang menerima terhadap referensi non-tekstual. Ini yang dibahas pada paruh akhir dari buku ini (dari hal. 83-228), dengan topik selefilik (ke-salafi-an), mulai dari definisinya, cakupan istilahnya, siapa itu salaf, karakteristiknya, analisa kritis terhadap salah kaprah penggunaan istilah “salaf” dan lain sebagainya. Sehigga, jilid pertama ini diberi sub judul oleh penulis dengan: İslam Düşüncesinin Yapısı ve Selefilik (formulasi Pemikiran Islam dan ke-salafi-an). Referensi kedua: akal. Sebagai sumbu pemikiran keislaman utama kedua dan masih terhubung secara langsung dengan teks-teks syariat, ia melahirkan ilmu-ilmu berbasis teologis, terutama ilmu Kalam. Pembahasan tema-tema teologis seperti munculnya sekte-sekte seperti Qadariyyah, Jabariyyah, Syiah, Murjiah, Mu’tazilah dan Ahlussunnah, serta beragam pemikiran yang menyertainya. Kalam juga mengalami corak yang bervariasi. Hal itu karena terkait dengan penggunaan metode dan referensi berpikir. Ada kalanya pembahasan teologis lebih sering menggunakan analisa teks syar’i, seperti pada ilmu Aqidah, ada juga yang mempertajam analisa akalnya, seperti pada penggunaan teori Atom untuk mempertahankann eksistesi Allah SWT. Semua itu sebelum berbenturan dengan referensi filsafat. Sebab dalam sejarahnya, eskalasi intelektual Islam lebih dulu ramai dengan ilmu Kalam ketimbang dengan filsafat, karena memang filsafat datang kemudian. Pembahasan mengenai semua hal tersebut dikupas pada jilid ke dua dari buku ini. Referensi ketiga: intuitif. Sebagai sumbu pemikiran keislaman utama ketiga dan masih bergubungan dengan teks-teks syariat, referensi ini melahirkan keilmuan-keilmuan mistis. Jika referensi mistis ini hubungannya dekat dengan teks-teks wahyu, isu-isu seputar zuhud, tazkitun-nafs, taubat dan lain sebagainya mendominasi bidang keilmuan tasawwuf model ini. Lebih dalam lagi dari itu, isu-isu tasawwuf beraroma kalam kita akan adapatkan pada tokoh besar dalam keilmuan tasawwuf, yaitu al-Ghazali, tokoh Sunni-Sufi yang fenomenal (Gazali-Sünni Tasavvuf). Lebih jauh lagi dalam mengeksplorasi isu-isu mistis ini, kita akan berjumpa dengan tokoh yang lebih fenomenal dan cukup kontroversial, yaitu Muhyiddin Ibn Arabi (İbn Arabi-Felsefesi Tasavvuf). Kalau tasawwuf al-Ghazali sedikit bercorak kalam, maka tasawwuf Ibn Arabi lebih bercorak fisafat. Dari kedua tokoh besar sufi ini tema-tema dalam tasawwuf, baik yang kalami ataupun yang falsafi seperti sudah tuntas terbahas dalam karya monumental mereka, seperti Ihya’ Ulumiddin dan Futuhat al-Makkiyyah. Pengaruh mistis kedua tokoh ini begitu kental di dunia dan terasa sampai ke alam Melayu dengan banyaknya karya-karya tasawwuf oleh ulama-ulama Melayu di masa silam dengan corak pemikiran al-Ghazai maupun Ibn Arabi. Semua diskursus tasawwuf tersebut secara generalnya tersajikan dalam jilid ketiga pada buku ini. Referensi keempat: Filsafat. Referensi keempat ini merupakan sumbu terakhir pemikiran Islam yang penulis sebut sebagai referensi manusiawi (beşeri referansı). Posisinya berjauhan dari syariat, bahkan kadang berhadapan secara diametral, melahirkan ilmu-ilmu filosofis. Karena memang lahirnya murni dari proses berpikir (Salt felsefe). Memang tema-tema dalam filsafat ada banyak kemiripan dengan tema-tema pada referensi-referensi lainnya, seperti tema tentang alam, manusia, bahkan Tuhan, namun semua itu berangkat dari kemampuan akal budi belaka. Sebab itulah, penulis menganggapnya sebagai referensi manusiawi. Ketika referensi ini berjumpa dengan tradisi pemikiran Islam, maka secara terpaksa mengalami modifikasi dan koreksi, yaitu ketika berinteraski langsung dengan referensi akal, intuisi, bahkan dengan syariat. Jika berdekatan dengan ilmu Kalam, yang merupan kombinasi akal dan syariat, maka akan kita jumpai Filsafat Islam seperti filosof Paripatetik (Meşşai) melalui tokoh-tokohnya seperti Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd. Jika berdekatan dengan referensi intuitif, maka corak filsafat terkoreksi dan termodifikasi kembali dan melahirkan corak filsafat yang irfani. Di sinilah Sihabuddin al-Syuhrawardi al-Maqtul mengambil posisinya. Walaupun membahas filsafat paripatetik, namun ia mengelaborasinya dengan rasa intuitif, seperti dalam karya Hikmah al-Isyraq-nya. Begitu juga Molla Sadra dengan karya al-Hikmah al-Muta’aliyyah-nya membahas filsafat di level intuisi. Penulis menyebut Suhrawardi dengan Filosof İsyraqi, sementara Molla Sadra disebutnya dengan Sufi Isyraqi. Jika filsafat langsung berhubungan dengan referensi pertama pemikiran Islam, yaitu syariat, maka lebih dahsyat lagi terkoreksinya dan menjadi filsafat yang semi teologis, seperti yang nampak dalam karya Maqasid al-Falasifah dan Tahafut al-Falasifah al-Ghazali. Begitu juga yang tampak dari corak harmonisasi antara filsafat dan syariat ala Ibn Rusyd seperti dalam karyanya Fashl al-Maqal fi ma Bayn al-Hikmah wa al-Shariah min al-Ittisal. Semua diskursus mengenai filsafat dengan berbagai coraknya tersebut akan kita dapati pada jilid keempat dari buku ini. Untuk pecinta buku-buku Pemikiran Islam, buku ini layak untuk dinikmati. Isinya cukup komprehensif. Hal itu karena empat referensi sebagai peta pemikiran yang sengaja dikonsep oleh penulis sangat cukup membantu menyisir semua diskursus keilmuan pemikiran Islam. Namun demikian, buku ini tidak lepas dari kekurangan-kekurangan. Sekedar menyebut contoh, pembahasan beberapa tokoh dan pemikiran tasawwuf Melayu terlihat kurang dalam dan minim referensi. Seperti ketika mengulas tentang Fadlullah al-Burhan Furi, salah satu rujukan ulama sufi Melayu, hanya diulas sepintas saja tanpa dilengkapi dengan referensi yang memadai. Namun demikian, secara keseluruhan, buku ini sudah semestinya menjadi koleksi bagi penggemar pemikiran Islam terutama di kampus-kampus berbasis Islam.

19 Ocak 2017 Perşembe

pelajar nusantara

Merhaba arkadaslar,

selamat datang diblog perkumpulan para pelajar nusantara yang sedang menempuh pendidikan di Isparta, salah satu kota yang terletak dibagian selatan Turki,

Diblog ini kawan-kawan sekalian bisa membaca karya-karya yang ditulis langsung oleh para pelajar disini yang datang dari berbagai negara loh,,, 
seperti dari Indonesia, Malaysia, Singapore dan juga Thailand.

Dijamin deh ga bakal bosen.....

Ikuti terus ya kami di
facebook   : https://www.facebook.com/Pelajar-Nusantara-Isparta-Turki-578116849055463/?fref=ts
Instagram  : Pelajarnusantaraisparta
subscribe youtube : pelajar nusantara